Rabu, 12 Agustus 2009

Preview Buku "Pembesaran Belut di Dalam Kolam Tong & Kolam Terpal "

AGROMEDIA PUSTAKA ==Pakan alami merupakan kebutuhan utama untuk perkembangan belut. Di antaranya, cacing, belatung, bekicot, dan kecebong. Semuanya bisa dibudidayakan sehingga bisa menekan biaya dan bisa diperoleh dalam jumlah besar.

Cacing tanah bisa dikembangbiakkan di dalam kotak kayu atau terpal berukuran 0.5 meter persegi. Masukkan media berupa kotoran sapi, sisa sayuran yang telah membusuk, tanah, dan serbuk gergaji. Masukkan bibit cacing, sekitar 1 ons. Dalam waktu 1�2 minggu, cacing sudah berkembang biak dalam jumlah banyak.

Belatung bisa dikembangbiakkan dengan menggunakan media campuran dedak halus, tepung ikan asin, cincangan eceng gondok, dan urea. Semua media dimasukkan ke dalam wadah berupa toples atau kaleng, diamkan selama tiga hari. Tutup wadah dengan kain basah. Satu hari kemudian, belatung akan bermunculan.

Keong mas bisa dibudidayakan di dalam kolam. Letakkan tanaman air di atasnya. Masukkan keong mas dewasa. Dalam beberapa waktu, keong mas sudah berkembang biak.

Adapun kecebong, bisa dibudidayakan dengan memasukkan beberapa pasang katak jantan dan betina ke dalam kolam budi daya belut. Mereka akan kawin dan bertelur. Telur yang menetas akan menjadi kecebong.

Budi daya pakan alami sebaiknya sudah dimulai 1�2 bulan sebelum budi daya belut dilakukan, kecuali kecebong. Tujuannya, agar terhindar dari kekurangan pakan. Banyaknya pakan yang dibudidayakan harus disetarakan dengan besarnya skala budi daya belut agar stok pakan alami dapat terus terjaga

Selain pakan alami, ada resep suplemen rahasia yang mampu mempercepat pertumbuhan belut hingga 10 kali lebih berat dari suplemen belut biasa. Resep ini telah dibuktikan oleh peternak belut sukses. Selain mempercepat pertumbuhan, suplemen ini berfungsi meningkatkan ketahanan terhadap serangan penyakit dan menambah nafsu makan. Jika biasanya belut dipanen dalam waktu 6 bulan, dengan memberikan suplemen ini, belut dapat dipanen lebih cepat 3 bulan dengan bobot yang sama memuaskan.

Dapatkan resep rahasianya di buku �Pembesaran Belut di Dalam Tong & Kolam Terpal� karya Drs. Ruslan Roy, MM & Bagus Harianto. Anda akan mendapati kelengkapan yang dibutuhkan dalam budi daya belut yang praktis, efisien, dan murah.

Selamat mencoba!

==================

SPESIFIKASI BUKU:

Judul: Pembesaran Belut di Dalam Kolam Tong & Kolam Terpal
Penulis : Drs. Ruslan Roy, MM & Bagus Harianto
Ukuran : 15 x 23 cm
Tebal : viii + 72 hlm.
Penerbit : AgroMedia Pustaka
ISBN : 979-006-249-4
Harga : Rp 23.000

Sumber : Millist Agromania

Senin, 03 Agustus 2009

Indonesia Paling Rentan Dampak Pemanasan Global

Rabu, 1 Juli 2009 | 14:45 WIB

JAYAPURA, KOMPAS.com — Perubahan iklim global yang terjadi dewasa ini membuat negara-negara di belahan dunia ini termasuk Indonesia rentan terhadap bencana. Demikian dikatakan pengamat lingkungan di Papua, Yunus Paelo, di Jayapura.

Yunus yang juga seorang pengajar di Stiper Jayapura, menjelaskan, kemungkinan pemanasan global itu akan menimbulkan kekeringan, kelaparan, dan curah hujan ekstrem yang pada gilirannya akan menimbulkan risiko bencana.

Ia mengungkapkan, selama periode 2003-2005 di Indonesia telah terjadi 1.429 bencana. Sekitar 53,3 persen adalah bencana terkait dengan hidro-meteorologi, yakni banjir.

Banjir adalah bencana yang sering terjadi atau sebanyak 34 persen dan diikuti bencana longsor 16 persen.

"Pemanasan global ditandai dengan meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi, sebagai akibat peristiwa efek rumah kaca, yaitu terperangkapnya radiasi matahari yang seharusnya dipancarkan kembali ke angkasa luar, tetapi tertahan oleh lapisan akumulasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer," ungkap Yunus.

Ditambahkannya, tindakan aktif yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya perubahan iklim dan mengurangi dampak pemanasan global yakni dengan dilakukannya upaya penurunan emisi GRK.

"Juga telah dilakukan berbagai kebijakan seperti di bidang kehutanan dengan rehabilitasi hutan dan lahan, serta konservasi, penanggulangan illegal loging, restrukturisasi sektor kehutanan, pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan, penanggulangan dan pencegahan kebakaran hutan, reboisasi sekitar daerah resapan air, dan sebagainya," tukas Yunus.

Sumber: Kompas.com

Indonesia Paling Rentan Dampak Pemanasan Global

Rabu, 1 Juli 2009 | 14:45 WIB

JAYAPURA, KOMPAS.com — Perubahan iklim global yang terjadi dewasa ini membuat negara-negara di belahan dunia ini termasuk Indonesia rentan terhadap bencana. Demikian dikatakan pengamat lingkungan di Papua, Yunus Paelo, di Jayapura.

Yunus yang juga seorang pengajar di Stiper Jayapura, menjelaskan, kemungkinan pemanasan global itu akan menimbulkan kekeringan, kelaparan, dan curah hujan ekstrem yang pada gilirannya akan menimbulkan risiko bencana.

Ia mengungkapkan, selama periode 2003-2005 di Indonesia telah terjadi 1.429 bencana. Sekitar 53,3 persen adalah bencana terkait dengan hidro-meteorologi, yakni banjir.

Banjir adalah bencana yang sering terjadi atau sebanyak 34 persen dan diikuti bencana longsor 16 persen.

"Pemanasan global ditandai dengan meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi, sebagai akibat peristiwa efek rumah kaca, yaitu terperangkapnya radiasi matahari yang seharusnya dipancarkan kembali ke angkasa luar, tetapi tertahan oleh lapisan akumulasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer," ungkap Yunus.

Ditambahkannya, tindakan aktif yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya perubahan iklim dan mengurangi dampak pemanasan global yakni dengan dilakukannya upaya penurunan emisi GRK.

"Juga telah dilakukan berbagai kebijakan seperti di bidang kehutanan dengan rehabilitasi hutan dan lahan, serta konservasi, penanggulangan illegal loging, restrukturisasi sektor kehutanan, pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan, penanggulangan dan pencegahan kebakaran hutan, reboisasi sekitar daerah resapan air, dan sebagainya," tukas Yunus.

Sumber: Kompas.com

Indonesia Paling Rentan Dampak Pemanasan Global

Rabu, 1 Juli 2009 | 14:45 WIB

JAYAPURA, KOMPAS.com — Perubahan iklim global yang terjadi dewasa ini membuat negara-negara di belahan dunia ini termasuk Indonesia rentan terhadap bencana. Demikian dikatakan pengamat lingkungan di Papua, Yunus Paelo, di Jayapura.

Yunus yang juga seorang pengajar di Stiper Jayapura, menjelaskan, kemungkinan pemanasan global itu akan menimbulkan kekeringan, kelaparan, dan curah hujan ekstrem yang pada gilirannya akan menimbulkan risiko bencana.

Ia mengungkapkan, selama periode 2003-2005 di Indonesia telah terjadi 1.429 bencana. Sekitar 53,3 persen adalah bencana terkait dengan hidro-meteorologi, yakni banjir.

Banjir adalah bencana yang sering terjadi atau sebanyak 34 persen dan diikuti bencana longsor 16 persen.

"Pemanasan global ditandai dengan meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi, sebagai akibat peristiwa efek rumah kaca, yaitu terperangkapnya radiasi matahari yang seharusnya dipancarkan kembali ke angkasa luar, tetapi tertahan oleh lapisan akumulasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer," ungkap Yunus.

Ditambahkannya, tindakan aktif yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya perubahan iklim dan mengurangi dampak pemanasan global yakni dengan dilakukannya upaya penurunan emisi GRK.

"Juga telah dilakukan berbagai kebijakan seperti di bidang kehutanan dengan rehabilitasi hutan dan lahan, serta konservasi, penanggulangan illegal loging, restrukturisasi sektor kehutanan, pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan, penanggulangan dan pencegahan kebakaran hutan, reboisasi sekitar daerah resapan air, dan sebagainya," tukas Yunus.

Sumber: Kompas.com